Monday, February 1, 2016

Mengenal Sosok Xanana

Leave a Comment

Pertemuan singkat yang sangat membekas ternyata menggelitik pikiranku untuk mengetahui siapa sebenarnya lelaki jangkung dengan jenggot ini. Gulungan sejarah dipikiranku tidak banyak, khususnya terhadap orang ini. Tidak banyak, tapi setidaknya aku mengenal namanya: Xanana Gusmao. Mungkin seharusnya aku tidak berbicara dengannya dengan alasan karena faktor sejarah. Tapi tidak, akhirnya kuputuskan untuk berbicara dan menyapa, orang ini sangat berkharisma"



Terletak disebelah Tenggara dari Indonesia, Timor Leste berdiri tegak. Sejarah Timor Leste tidak terpisahkan dari Indonesia. Sebagai bagian provinsi ke-27 Indonesia sejak tahun 1975 hingga 1999, banyak hal terjadi. Aneksasi, militansi, perang sipil, juga pembantaian adalah cerita yang akan menjadi sejarah bagi anak cucu orang-orang Timor Leste, tanpa terkecuali bagi Xanana Gusmao. Dia pernah menjadi musuh nomor satu Indonesia dibawah pemerintahan Soeharto. Bahkan dia ditangkap melalui Operasi Seroja pada 20 November tahun 1992, yang membuat Xanana kemudian dipenjarakan di Cipinang hingga akhirnya dilepaskan awal september tahun 1999.

Tanpa meragukan sisi kharismatik yang dimilikinya, Xanana merupakan pemimpin gerilyawan penting sejak pergerakan gerilyawan untuk merebut kemerdekaan Timor Leste. Xanana terus bermimpi, bahwa kemerdekaan Timor Leste adalah sebuah keharusan untuk menjadi kenyataan. Seperti yang ia tulis dalam sebuah puisinya berikut yang berjudul “Oh ! Freedom !”,


If I could only
in the cold mornings
wake up shivering
beaten by the gale
which opens for me the curtain of the sky,
and see, from the top of my hills,
the purple painting of a disturbed sunrise
east of Timor
If I could only
in the scorching suns
ride in raptures
towards the finding of myself
in the serene plains of the pasture,
and feel the smell of animals
drinking from the springs
which would murmur in the air,
legends of Timor

Upaya untuk menggenapi mimpi tersebut dimulai Xanana ketika dia bergabung dengan gerakan gerilyawan pada tahun 1972 bernama Fretilin, dimana setelahnya Xanana kemudian memimpin Falintil pada tahun 1978, hingga kemudian membentuk Maubere sebagai upaya pendekatan pada pihak-pihak sipil khususnya Gereja dalam rangka menggalang dukung gereja demi mendukung perjuangan kemerdekaan. Pada 20 Mei 2002, ketika rakyat Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-94, rakyat Timor Leste dan Xanana Gusmao merayakan kemerdekaannya, sebuah Negara yang sebelumnya hanya angan-angan tulisan puisinya.
Melihat latar sejarah sosok Xanana, terasa sangat menakutkan dan seakan penuh kecurigaan. Terlebih untuk generasi muda seumuranku yang mengerti Xanana hanya dari ramifikasi penulisan sejarah yang telah dipolitisasi era Soeharto. Seakan Xanana Gusmao telah merebut sebagian “saudara” orang Indonesia. Padahal tidak demikian, Xanana hanya memimpin rakyatnya ibarat Soekarno dan Hatta ingin merebut kemederkaan Indonesia dari Belanda. Sejarah seharusnya menjadi pelajaran untuk saling belajar, seperti yang dikatakan oleh xanana, “We will not forget the past, this is our history, we have to learn from it“.

Orang ini ternyata disebut-sebut sebagai legenda. Dari keluar-masuk gunung dan bersembunyi dari daerah pedalaman hingga Negara satu ke Negara lain, pernah dilakukan Xanana. Perjuangannya ternyata menginspirasi banyak orang. Meskipun dia pernah berkata tidak ingin menjadi presiden, tapi sejarah dan dorongan rakyatnya berkata lain. Bahkan cita-cita pasca revolusinya untuk menjadi petani labu harus dilupakan. Ada sedikit cerita ketika banyak kawan seperjuangan maupun tamu Negara berkunjung kerumahnya. Banyak orang mulai bertanya, “Where is your Pumpkin Farm?
Aku setuju kalau Xanana memang dikatakan berkharismatik. Setelah aku dalami, ternyata dia memang kharismatik. Rakyat dan lawan politiknya segan padanya. Bahkan beberapa kali mendapat penghargaan internasional sebagai negarawan.
Meskipun sempat menjadi bahan caci maki Mayor Alfredo Reinaldo bahwa “Xanana Gusmao adalah kriminil dan penganut Komunisme” pada saat terjadi krisis hubungan sipil-militer terjadi pada tahun 2006, Xanana justru tampil untuk menjadi simbol pemersatu bangsa. Disinilah kharismatik atau tidaknya seorang pemimpin dapat dilihat, ketika kehadirannya justru menjadikan rakyatnya percaya dan tenang. Ketika masalah diselesaikan dengan cara-cara damai tanpa kekerasan.


Banyak yang dilalui oleh Indonesia dengan Xanana Gusmao. Namun, untuk generasi muda sepertiku, tampaknya berhubungan baik dengan Timor Leste sekaligus ikut membangun masyarakat disana adalah sebuah hal yang niscaya, bahkan wajib. Kalau benar masih banyak rakyat Indonesia yang menganggap rakyat Timor Leste sebagai “saudara”, sudah seharusnya kita melampaui batas-batas sejarah masa lalu yang menganggap aneksasi, konflik sipil yang penuh lumuran darah para korban. Kemudian bergerak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk masa depan yang lebih baik. Indonesia sudah jauh lebih demokratis dengan masyarakat pluralis yabg menjunjung nilai-nilai HAM.
Xanana Gusmao berhasil melampaui sejarah buruk perlakuan Indonesia. Beliau bisa saja menolak berfotoSelfie denganku atau dengan kawan sejawat Indonesia lainnya. Tapi yang justru dilakukannya adalah luar biasa dan menunjukan pengampunan, kasih, keterbukaan, dan senyuman sebagai tanda perdamaian.
Banyak pemimpin dunia harus belajar dari kharisma seorang Xanana Gusmao.
Sumber: stevenyohanes
If You Enjoyed This, Take 5 Seconds To Share It

0 comments:

Post a Comment